bisnisrakyat.id Pada dasarnya ketentuan mengenai Direksi dalam UUPT tidak mengatur mengenai rangkap jabatan, hal ini terlihat dari Pasal 93 ayat (1) UUPT, yang mengatakan bahwa yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah: a.dinyatakan pailit; b.menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c.dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
Akan tetapi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 93 ayat (2) UUPT bahwa persyaratan dalam Pasal 93 ayat (1) UUPT tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ini berarti mengenai persyaratan Direksi, tidak hanya melihat pada ketentuan dalam UUPT, tetapi juga harus melihat pada ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan.
Salah satu ketentuan yang berkaitan misalnya adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU No. 5/1999”).
Baca juga: Apa Maksud Dari Corporate Social Responsibility ?
Dalam Pasal 26 UU No. 5/1999, dikatakan bahwa seseorang yang menduduki jabatan sebagai Direksi atau Komisaris dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi Direksi atau Komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan-perusahaan tersebut: a. berada dalam pasar bersangkutan yang sama; atau b. memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan atau jenis usaha; atau c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Yang dimaksud dengan perusahaan-perusahaan memiliki keterkaitan yang erat adalah apabila perusahaan-perusahaan tersebut saling mendukung atau berhubungan langsung dalam proses produksi, pemasaran, atau produksi dan pemasaran.
Pelanggaran terhadap ketentuan jabatan rangkap dalam Pasal 26 UU No. 5/1999 ini, berdasarkan Pasal 48 ayat (2) UU No. 5/1999, diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima milyar rupiah) atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
Baca juga: Bolehkah Direksi Perusahaan Menjual Aset Perusahaan ?
Selain pengaturan dalam UU No. 5/1999, mengenai tidak diperbolehkannya rangkap jabatan Direksi juga dapat kita lihat dalam pengaturan tentang direksi dan komisaris dalam bidang pasar modal, yaitu:
1. Butir 3 (e) (7) Peraturan Bapepam dan LK No. III.A.3 tentang Direktur Bursa Efek: “surat pernyataan calon direktur Bursa Efek untuk tidak melakukan perangkapan jabatan sebagai direktur, komisaris, atau pegawai pada perusahaan atau institusi lain, apabila yang bersangkutan terpilih sebagai direktur Bursa Efek”
2. Butir 3 (e) (7) Peraturan Bapepam dan LK No. III.B.3 tentang Direktur Lembaga Kliring Dan Penjaminan: “surat pernyataan calon direktur Lembaga Kliring dan Penjaminan untuk tidak melakukan perangkapan jabatan sebagai direktur, komisaris, atau pegawai pada perusahaan atau institusi lain, apabila yang bersangkutan terpilih sebagai direktur Lembaga Kliring dan Penjaminan”
3. Butir 3 (e) (7) Peraturan Bapepam dan LK No. III.C.3 tentang Direktur Lembaga Penyimpanan Dan Penyelesaian: “surat pernyataan calon direktur Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian untuk tidak melakukan perangkapan jabatan sebagai direktur, komisaris, atau pegawai pada perusahaan atau institusi lain, apabila yang bersangkutan terpilih sebagai direktur Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian”
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, diperbolehkan atau tidaknya direktur utama memegang jabatan rangkap, bergantung pada jenis usaha perusahaan-perusahaan di tempatdirektur utama tersebut berada dan apa saja jabatan rangkap direktur utama tersebut.
Baca juga: Hak & Kewenangan Menjadi Direksi Suatu Perusahaan